TEMPO.CO, Ankara - Krisis politik yang melanda Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengakibatkan pasar uang jatuh. Biaya ekonomi yang dikeluarkan mencapai US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.216 triliun.
Wakil Perdana Menteri Turki Bulent Arinc mengatakan serangan kepada pemerintah ini telah mengguncang perekonomian. Dia menambahkan pemerintah sedang bekerja untuk menegakkan hukum terutama hakim dan jaksa yang menyalahgunakan kekuasaan. "Kerusakan akibat konflik ini lebih dari US$ 100 miliar," katanya, Selasa 31 Desember 2013.
Sebelumnya, polisi menangkap 52 orang dekat Erdogan, diantaranya: tiga anak menteri, Wali Kota Istanbul, pengusaha konstruksi dan pejabat Kementerian Keuangan. Mereka dituduh terlibat korupsi dan suap dalam proyek infrastruktur dan penggelapan emas ke Iran.
Namun, aksi itu justru berbalik. Erdogan justru memutasi dan mencopot lebih dari 70 pejabat senior kepolisian. Mereka dituduh menyalahgunakan kewenangan. Dia juga menuding bekas sekutunya di Partai AK, Fethullah Gulen berada dibalik serangan itu. Gulen dikenal dekat dengan polisi, jaksa dan pimpinan pengadilan.
Turki telah dikenal sebagai model demokrasi di dunia Muslim dan kekuatan ekonomi yang kuat. Namun, krisis itu telah menggerogoti mata uang dan saham terjun bebas. Pada Selasa 31 Desember, nilai mata uang lira mencapai rekor terendah.
Erdogan berjuang untuk menjaga cengkeramannya pada kekuasaan setelah 11 tahun yang tak tergoyahkan di negara itu. Pendukung Erdogang menilai kasus ini diangkat untuk menjatuhkan popularitas Erdogan dalam pemilu lokal pada Maret. "Operasi ini merupakan upaya pembunuhan karakter menjelang pemilu," kata Menteri Dalam Negeri Efkan Ala, orang dekat Erdogan.
CHANNEL NEWS ASIA | EKO ARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar