TEMPO.CO, Ankara - Uni Eropa dan Turki telah menandatangani perjanjian yang akan membuka jalan dicabutnya pembatasan visa bagi warga negara Turki yang hendak bepergian ke Eropa. Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyebut penandatanganan hari ini sebagai 'tonggak' dalam hubungan antara negaranya dan blok beranggotakan 28 negara Eropa itu.
Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani di ibukota Turki, Ankara, Turki menyetujui untuk memulangkan imigran yang secara ilegal masuk ke Uni Eropa dari wilayah Turki.
Perjalanan bebas visa dan masuknya kembali imigran itu dilakukan seminggu setelah Uni Eropa memulai kembali perundingan keanggotaan Turki yang pernah dibahas pada 2005, namun telah terhenti selama lebih dari tiga tahun. Perundingan terhenti, terutama karena sengketa Turki dengan anggota Uni Eropa lainnya, Siprus, dan skeptisisme beberapa negara Eropa untuk menerima negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam itu.
Uni Eropa menolak memulai negosiasi dalam delapan bidang kebijakan sampai Turki membuka pelabuhan dan bandara untuk barang dari Siprus. Turki telah lama mengeluh tentang sulitnya pengurusan visa dari negara-negara Eropa, kebijakan yang sengaja dirancang untuk membatasi warga Turki membanjiri pasar tenaga kerja di Eropa.
Perdana Menteri Erdogan mengatakan Turki tidak lagi menjadi eksportir tenaga kerja dan ekonomi negaranya dinamis selama 10 tahun terakhir. Justru, katanya, negaranya sekarang menjadi tujuan bagi para pencari kerja. "Kami bukan negara yang akan menjadi beban bagi Uni Eropa, tapi satu negara yang akan membantu menghilangkan beban kawasan," katanya.
Perjanjian tersebut bisa berarti bahwa pembatasan visa akan dicabut, memungkinkan warga Turki untuk bepergian tanpa pembatasan ke negara-negara Uni Eropa. Perjanjian mengestimasi kesepakatan pencabutan pembatasan visa dilakukan dalam waktu 3 tahun tapi Erdogan mengatakan dia berharap hal itu bisa dilakukan lebih cepat.
Uni Eropa melanjutkan negosiasi dengan Turki pada bulan November meskipun kekhawatiran lembaga hak asasi manusia dan kritik atas tindakan keras polisi terhadap demonstrasi anti-pemerintah pada musim panas lalu. Beberapa organisasi nirlaba juga mengkritik sikap tanpa kompromi pemerintah terhadap perbedaan pendapat dan kegagalan untuk melindungi hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara dan berkumpul.
MAIL ONLINE | TRIP B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar