Selasa, 14 Januari 2014

Berita Internasional - Yahoo Indonesia News: Berjuang Demi Orang Lain, Dokter Jun Rela Nyambi di Rumah Sakit

Berita Internasional - Yahoo Indonesia News
Dapatkan berita Internasional terkini dari Yahoo News Indonesia. Temukan berita Internasional terbaru, termasuk analisis dan opini tentang berita Internasional populer.The latest international news headlines from Yahoo Indonesia News // via fulltextrssfeed.com 
Creating iOS Games: Beginner Course

Marin Todorov teaches you how to create an iPhone game easily and simply using Cocos2d in this $99 online course.
From our sponsors
Berjuang Demi Orang Lain, Dokter Jun Rela Nyambi di Rumah Sakit
Jan 14th 2014, 15:21

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo, dari Tokyo Jepang

TRIBUNNEWS.COM – Dokter Jun Uehara (50) merupakan contoh dokter yang seratus persen mengabdi buat masyarakat di Jepang, khususnya yang membutuhkan penanganan darurat. Banyak keluar uang sendiri, kekurangan untuk hidupnya, sampai bekerja paruh waktu di rumah sakit lain, walau pun memiliki klinik sendiri, supaya bisa tetap hidup

Orangnya penuh senyum menerima kunjungan Tribunnews.com, Selasa (14/1/2014) sore di kliniknya, "Saya baru saja datang dari kerja paruh waktu di rumah sakit lain," paparnya menyambut Tribunnews.com yang tak lama  kemudian dipanggil karena ada pasien darurat datang.
 
Menunggu sekitar 10 menit lalu sang dokter datang kembali untuk melayani pertanyaan Tribunnews.com, "Maaf tadi ada pasien darurat saya tangani sebentar. Jadi bagaimana ini?" tanyanya kepada Tribunnews yang melanjutkan kembali pertanyaan kepadanya.
 
Uehara memang pernah ke Singapura tetapi belum pernah ke Indonesia, "Apabila ada yang menawarkan saya bekerja di Indonesia, ummmm, bagaimana ya, akan saya pikir-pikir lah dulu. Saya mau konsentrasi dulu pada klinik darurat saya ini Karena dengan izin baru dan bangunan baru ini baru berjalan tiga tahun," paparnya.
 
Dia berharap nantinya ada 3 atau 4 dokter membantunya. Saat ini baru satu dokter membantunya yaitu dokter Kigawa sejak akhir tahun lalu.
 
Kerja klinik sendiri diakuinya sangat berat, apalagi klinik yang terdaftar sebagai klinik emergency yang harus siap setiap saat dan banyak kebutuhan pasien dengan segala kasusnya, "Makanya kami butuh dokter lain yang bisa membantu klinik ini agar bisa hidup lebih baik lagi. Sangat sibuk sekali setiap harinya," tekannya lagi menjelaskan.
 
Pasiennya pun bukan hanya orang Jepang tetapi juga orang asing seperti orang India, orang Timur Tengah, orang Afrika, orang China dan Orang Korea.
 
"Biasanya mereka membawa orang lain yang bisa menerjemahkan ke bahasa Jepang. Kalau tak ada siapa-siapa ya biasanya lewat telepon ke orang yang bisa menerjemahkan. Tetapi kalau orang China ya kita jelaskan pakai tulisan karena kanjinya kan mirip dengan kanji Jepang, jadi masih lumayan bisa komunikasi."
 
Orang asing di rumah sakit lain terutama bagian emergency menurutnya umumnya ditolak karena sulit komunikasi dan risiko tinggi. Tetapi bagi kliniknya diakuinya open terbuka bagi siapa pun termasuk orang asing, meskipun juga tak bisa bahasa Jepang orang tersebut, "Yang penting bisa kita obati darurat dulu dan komunikasi diusahakan ada penerjemahan, baik orang yang mendampingi atau lewat telepon agar bisa komunikasi dengan baik."
 
Kasus darurat terhadap orang asing juga pernah dialaminya beberapa kali walaupun tidak banyak. Misalnya kecelakaan, mabok, plesteran atau gibs di kakinya yang terlalu kencang akhirnya lari ke klinik tersebut minta dikendorkan, "Orang India malam-malam ke sini minta dikendorkan ikatan gibs pada kakinya karena malah terasa sakit ikatan gipsnya."
 
Paling tidak disukai adalah kehadiran kalangan homeless, tidak punya rumah lalu berobat di tempat dia, "Orang yang tak punya rumah, tak punya telepon, tak punya keluarga, dan tidak jelas juga kami bantu gratis. Kalau soal obat ya sudahlah. Yang paling menyusahkan kami adalah dia tetap di klinik ini, tentu saja kami keberatan karena ada masa tutup dan kami semua mau pulang tak bisa pulang kalau dia tetap di sini. Lalu kami panggilkan polisi dan dibawa oleh polisi entah ke mana setelah kami obati di sini," jelasnya.
 
Mengenai pasien yang tak bayar juga ada beberapa. Tergantung kasus. Kalau memang benar-benar tak punya uang ya sudah. Tetapi kalau ternyata punya uang dia tak membayar, bahkan pasien kabur menghilang entah ke mana, satu orang terpaksa kami ajukan ke pengadilan demi pengurusan berkas dan supaya dapat diurus biaya-biayanya dan diganti pihak administrasi kementerian kesehatan dengan berkas pengadilan tersebut.
 
"Kasis pengadilan hanya satu orang saja selama ini, Kalau memang benar-benar tidak bisa bayar ya bisa juga dengan cicilan pelan-pelan, yang penting bisa dilunasi biaya pengobatannya sesuai kemampuannya."
 
Perasaannya yang sangat perhatian kepada kemanusiaan itulah membuat klinik ini tampak semakin ramai, karena kebanyakan pengobatan di Jepang tampaknya hanya melihat kepada uang saja, sehingga orang tak punya uang menjadi sulit berobat karena memang juga tak memiliki asuransi pada dirinya, seperti kasus pasien homeless tadi.
 
Di negara maju seperti Jepang juga ada pasien homeless seperti tersbeut, Jasa dokter Uehara tampaknya sangatlah dibutuhkan saat ini di Jepang.
 
"Saya berharap dalam satu perfektur di Jepang sedikitnya bisa membangun tiga atau empat klinik emergency 24 jam seperti saya ini sehingga masyarakat bisa banyak terbantu. Itulah impian saya mungkin," tekanya lagi.
 
Melihat pemaparan dokter Uehara tersebut, tampaknya bukan di Indonesia saja yang membutuhkan banyak bantuan khususnya kepada kalangan ekonomi kecil atau homeless, di Jepang pun hal-hal seperti ini ternyata juga sangat dibutuhkan seperti impian dokter Uehara, membuka tiga atau empat klinik darurat di tiap perfektur. Artinya kebutuhan tersebut memang ada, karena melihat level lanjut usia di Jepang dengan populasi sangat banyak saat ini dan anak muda menjadi sangat sedikit. Berarti, pelayanan kesehatan sosial jelas sangat dibutuhkan sekali di Jepang saat ini.
 
Satu hal lagi keinginannya adalah agar administrasi pemerintahan yang mengurus dokumen-dokumen dari pihak klinik darurat diharapkannya bisa juga bekerja 24 jam sehari termasuk Sabtu Minggu dan hari libur sehingga administrasi dokumen juga bisa terproses dengan baik tanpa menunggu hari kerja dan jam kerja yang ada selama ini, "Termasuk pula permintaan izin tertentu pada kasus tertentu haruslah disampaikan kepada kantor admnistrasi pemerintah dulu untuk ijinnya. Kalau mereka hanya buka haris kerja dan jam kerja biasa, repot juga kita kalau ada kasus pas di hari libur," tekannya lagi.
 
Kesulitan itu nantinya dalam proses dokumentasi (claim penggantian biaya)  di mana pihak klinik bisa disalahkan karena belum dapat izin. Sedangkan kalau mengurus izin dulu mungkin si pasien bisa terbengkalai atau bahkan bisa meninggal apabila sampai menunggu perizinan tersebut. Inilah dilemma yang ada, dan itulah resiko yang harus dihadapi juga, tekannya lagi.
 
Tidak mudah memang upayanya menjalankan klinik daruratnya. Yang pasti kita perlu acungkan jempol upayanya ini dengan mengutamakan kemanusian terlebih dulu bagi pasien darurat yang masuk, langsung ditanganinya dan administrasi belakangan.

Baca Juga:

Dokter Ini Rela Pinjam Uang Demi Buka Klinik Pelayanan Darurat Warga

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

Tidak ada komentar:

Posting Komentar