Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sebanyak 49 warga Indonesia sejak 12 Desember 2013 berada di Tanjung Muroto, Kochi, Jepang, berkereta kira-kira selama tiga jam 30 menit dari Osaka. Mereka akan berada di Jepang, rencananya selama tiga tahun untuk berlatih menjadi penangkap ikan Bonito (Katsuo- yang handal di lingkungan yang hanya berpenduduk 15.000 jiwa tersebut, daerah tepi laut.
Muroto adalah kota perikanan dan tempat melihat ikan Paus, kedatangan tamu para warga Indonesia berusia sekitar 19 tahun ini sejak tahun lalu, belajar di Pusat Perikanan Bagi Warga Asing Muroto yang telah beroperasi selama 18 tahun. Selama 75 hari mereka akan belajar bahasa Jepang dulu, kemudian mulailah secara serius belajar menangkap ikan Bonito.
Demikian disiarkan TV Tokyo 17 Januari lalu sekitar jam 19:00 waktu Jepang selama kira-kira 15 menit dalam acara You ha Nani Sini Nihon he (Kamu Untuk Apa Datang ke Jepang).
Mereka menggunakan seragam biru terusan atas bawah dengan nama di dada kirinya. Beberapa nama terlihat seperti Andri Kurniawan, Saiful Ikrom, Roful Finta, Dedy Solichin, Fauzin Hermawan, Jumaidi dan sebagainya.
"Dulu saya kuli bangunan di daerah saya, uang yang saya peroleh di Jepang ini untuk bantu orangtua saya nantinya," papar Jumaidi.
Umumnya para anak muda Indonesia dari pulau Jawa ini berkata yang sama, untuk membantu orangtuanya. Bahkan Andri Kurniawan dengan spontan mengatakan, "Orangtua saya hanya sekolah dasar, berjualan cendol saja, saya ingin bantu mereka untuk hidup lebih baik lagi."
Pelatihan yang diperolehnya memang memiliki jadwal kegiatan harian sangat ketat. Biasanya bangun jam 5 pagi untuk siap-siap bersih diri. Kegiatan resmi bersih-bersih sekolah mulai jam 7 pagi selama 20 menit. Lalu kegiatan lari bersama dari jam 7.20 selama 20 menit. Barulah makan pagi jam 7.50-8.15. Makan pagi berupa pisang, roti dan minuman kotak jus.
Barulah latihan dan belajar bahasa Jepang selama 5 jam sehari dimulai jam 8.30 pagi. Makan siang antara jam 12-13.00 dilanjutkan belajar lagi. Jam 17.40 makan sore dan istirahat. Lampu tempat tinggal harus sudah mati jam 22.00.
"Kami ingin beli senter supaya bisa belajar malam hari karena jam 22.00 lampu sudah harus mati," kata Andri.
Selama pelatihan ada peraturan dilarang membawa foto pacarnya. Namun Andri membawa foto pacarnya dan diperlihatkan kepada Tokyo TV serta Ikrom, "Cantik kan pacar ku," katanya kepada Ikrom yang membalas, "Gak boleh tuh. Pacar saya lebih cantik lagi ah," balasnya sambil tertawa.
Menanggapi soal pacar, Ikrom mengaku suka telpon dari Jepang, "Saya tinggal lama, ya mungkin saja dia menyeleweng. Kalau sudah demikian ya apa boleh buat deh," kata Ikrom.
Andri yang berasal dari Yogya dan kawab-kawan sangat terkesan kepada Jepang yang sangat bersih dan indah, serta disiplin tinggi tetap dijaga dalam kehidupan sehari-hari, "Orang Jepang juga baik hati serta tepat waktu," ungkapnya lagi.
Penggemare nasi goreng, Andri, menghabiskan waktu hari istirahatnya dengan jalan-jalan di sekitar, main pingpong, main volley ball bersama teman lain.
Pada saat ke pinggir pantai melihat mesin vending, tampaknya Andri dan teman-teman baru pertama kali melihat mesin vending tersebut, berebut beli minuman ringan bermacam-macam dengan harga satu botol sekitar 150 yen, lalu mengeluarkan uang satu lembar 10.000 yen, uang saku per bulan untuk setiap orang yang ikut pelatihan tersebut.
Di dekat sekolah tersebut ada tempat nonton lumba-lumba bayar 420 yen per orang. Di sana Andri, Agung dan seorang lagi berkenalan dengan wanita cantik pelatih lumba-lumna Erika Takahashi. Sambil malu-malu Agung pun bertanya, "Itu ikan berapa berat?"
Si cantik Takahashi menjawab, "300 kg, panjangnya 2 meter 30 cm ada pula itu yang 3 meter," jawabnya sambil tersenyum kepada tiga anak muda Indonesia itu.
Para anak muda itu ramai-ramai juga berfoto di pinggir pantai, untuk orangtua dan pacarnya sebagai foto kenangan, kata mereka.
Menarik pula saat belanja ke sebuah toko 100 yen, beberapa orang maksudnya ingin mengirim surat buat pacar dengan sampul bagus indah, tidak tahu kalau yang berhiaskan silver untuk amplop bagi yang berduka cita. Tentu penjaga toko menjelaskan dan mereka tertawa semua. Diperlihatkanlah amplop untuk pacar dan mereka pun berebutan membeli amplop untuk wanita kesayangan kita.
Di Jepang jenis amplop beraneka ragam, baik untuk berduka cita, untuk ulang tahun, untuk pacar, untuk pernikahan, serta untk maksud lain, misalnya untuk yang baru melahirkan, dan hal lain, berbeda-beda jenis dan hiasan amplopnya.
Malam hari saat mereka belajar bahasa Jepang juga diselingi nyanyian Jepang "Kampai" sebagai cara mengingat bahasa Jepang bersama.
Acara pun diakhiri dengan foto bersama para instruktur dan guru sekolah tersebut dengan latar belakang dua bendera, Jepang dan Indonesia.
Pelatihan tiga tahun tersebut mestinya dengan visa pemagang yang melewati Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dan pihak penerima di Jepang. Setelah tiga tahun bekerja di Jepang, biasanya tak dapat lagi ke Jepang dengan visa jenis yang sama sebagai pemagang.
Baca Juga:
Abu Gunung Kelud juga Selimuti Yogya dan Sekitarnya
Soeharto Turun Tangan demi Usman-Harun
Jennifer Dunn Akui Terima Mobil Vellfire dari Wawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar