TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Myanmar Thein Sein mendukung amandemen konstitusi warisan pemerintahan Junta. Salah satunya, mempermudah persyaratan maju calon presideh sehingga pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi memiliki peluang.
"Saya percaya bahwa konstitusi yang sehat harus diubah dari waktu ke waktu untuk memenuhi kebutuhan nasional, ekonomi, dan sosial masyarakat kami," katanya dalam pidato yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, New Light of Myanmar, Kamis 2 Januari 2014.
Thein Sein adalah seorang bekas jenderal yang telah mendapatkan pujian internasional atas reformasi dramatis sejak ia menjadi presiden pada 2011. Dia mengubah sejumlah aturan lebih demokratis dan terbuka kepada dunia internasional.
Dia mendukung amandemen pada ketentuan yang mengecualikan siapa saja yang memiliki pasangan atau anak-anak warga asing di luar negeri maju menjadi presiden. Klausul ini secara luas diyakini menyasar Suu Kyi yang memiliki dua putra di Inggris. "Saya tidak ingin pembatasan yang dikenakan pada hak setiap warga negara untuk menjadi pemimpin negara," kata Thein Sein.
Suu Kyi telah habis-habisan berkampanye untuk perubahan Konstitusi 2008. Namun, parlemen yang sebagian besar militer menolaknya. Isu amandemen konstitusi ini akan ramai menjelang pemilihan parlemen 2015 dan menjadi ujian bagi militer apakah mereka bersedia untuk melepas cengkraman kekuasaan.
Presiden Myanmar dipilih oleh legislatif. Sebuah panel parlemen sedang mengkaji konstitusi dan diharapkan untuk melaporkan rekomendasinya pada akhir Januari.
Sabtu lalu, partai oposisi Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi mengatakan tidak akan memboikot pemilu 2015, meski tanpa amandemen konstitusi pertama yang memungkinkan dia untuk menjadi presiden.
Suu Kyi menghabiskan 15 tahun dalam tahanan rumah di Myanmar, sebelum ia dibebaskan setelah pemilu kontroversial pada 2010.
Sejak itu, Thein Sein telah mendorong berbagai perubahan besar, termasuk menyambut Suu Kyi dan partainya ke parlemen pada pemilu 2012.
Dalam pidatonya, Thein mengatakan perlunya harmoni kekuasaan. Dia memperingatkan negara itu bisa berada pada kebuntuan politik jika tuntutan rakyat lebih besar daripada kemampuan sistem politik menampungnya. "Jika ini terjadi, kita bisa kehilangan semua kebebasan politik yang telah kita capai sejauh ini," katanya.
CHANNEL NEWS ASIA | EKO ARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar