TEMPO.CO , Jenewa: Badan Energi Atom Internasional memberi laporan bahwa Iran mulai menjalankan kesepakatan nuklir, sejak Senin 20 Januari 2014. Kesepakatan interim enam bulan itu disepakati oleh Iran dan negara P5+1, yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Cina, Prancis, Inggris, dan Jerman, dalam perundingan November 2013 lalu.
Kesepakatan itu mengakhiri sengketa lama negara Barat dengan Iran terkait program nuklirnya. Amerika menuding Iran ingin mengembangkan senjata nuklir, tapi pemerintah Tehran menampiknya dan mengatakan bahwa itu untuk tujuan damai alias non-militer.
Setelah melalui tarik ulur cukup lama, perundingan itu membuahkan hasil setelah dua pihak berunding intensif di Jenewa. Pihak Iran diwakili oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif sedangkan ketu juru runding enam negara adalah Catherine 'Lady' Ashton, yang juga kepala Kebijakan Luar negeri Uni Eropa.
Kesepakatan nuklir dengan Iran, 24 November 2014, membuktikan bahwa Ashton layak diperhitungkan, meski sempat diragukan kemampuannya. Tiga tahun lalu, koran Prancis Le Monde pernah melaporkan pandangan menghakimi dari seorang birokrat Prancis yang menyebut Catherine Ashton adalah "nulle" alias "bukan siapa-siapa". "Lady Qui (Nyonya Siapa)?" begitu kata pejabat Prancis saat bicara tentang Ashton, yang saat itu sudah menjadi Perwakilan Tinggi Uni Eropa Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan dan juga Wakil Presiden Komisi Eropa.
Perkembangan signifikan di Iran ini, tidak diragukan lagi karena perubahan fundamental pemerintahan di Teheran setelah tokoh reformis naik ke tampuk pemerintahan, Hasan Rouhani, menggantikan pendahulunya yang dikenal beraliran keras, Mahmud Ahmadinejad. Faktor lainnya, karena pemerintah Amerika Serikat mulai serius berbicara dengan Iran setelah perseteruannya lebih dari tiga dekade.
Di tengah arus perubahan itu, Ashton memainkan diplomasinya melalui puluhan pertemuan rumit dan panjang. Format pembicaraan nuklir Iran di Jenewa memang agak memusingkan. Ada pertemuan bilateral antara Iran dengan masing-masing enam negara, serta sesi tak terhitung jumlahnya antara dua dari enam negara. Lalu ada pleno yang dihadiri semua.
Dalam diplomasi multi-dimensi dan kompleks ini, satu-satunya yang selalu hadir dalam setiap pertemuan itu adalah Ashton, perempuan kelahiran Upholland, Inggris, 20 Maret 1956. Sebagai juru runding utama yang mewakili enam negara besar, ia bertanggungjawab meringkas hasil pembicaraan, membujuk pihak yang terlibat, mempersempit perbedaan, dan menerima pesan secara bolak-balik antara Iran dan enam negara.
Kerja keras Ashton, yang negosiasinya maju mundur, terbayar saat delegasi Iran dan enam negara besar mendapatkan titik temu. Inti dari kesepakatan yang berlaku enam bulan itu adalah, Iran setuju pembekuan aktivitas penting nuklirnya dengan kompensasi pencabutan sanksi ekonomi dan pemberian bantuan.
Guardian | Daily Telegraph | Telegraph | Haaretz | Abdul Manan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar